Thursday, July 28, 2016

Kehamilan Pertama: Gagal

Halo!
Kali ini aku mau bercerita mengenai pengalamanku dalam menantikan hadirnya buah hati dalam rumah tangga kami. Pengalaman pertama kehamilanku memang kurang menyenangkan karena berujung pada kegagalan, tetapi aku mau membagikannya agar bisa menjadi pelajaran bagi wanita lain yang siapa tahu memiliki kasus sama denganku.

Awalnya setelah menikah selama kurang lebih 3 bulan (pernikahanku tanggal 1 November 2014), aku dan suami (terutama suami) sudah tidak sabar ingin segera memiliki anak. Meskipun orang tua dan mertua tidak memaksakan harus segera punya anak, keinginan itu muncul juga karena melihat teman-teman sekantor yang sedang hamil. Akhirnya pada bulan Maret 2015, kami memutuskan untuk memeriksakan diri ke dokter kandungan. Pilihanku pada saat itu adalah ke RS Awal Bros Bekasi karena cukup dekat dari rumah (tidak terlalu dekat sih, tetapi lumayan dekat dibanding RS besar lain) dan menurutku rumah sakit itu cukup bagus pelayanannya.

Aku mendapat rekomendasi dokter kandungan dari teman sekantor yang melahirkan anak keduanya di sana, yaitu dengan Dr. Wulan. Dokter ini termasuk dokter yang laris, per hari pasiennya bisa mencapai 70an orang. Oleh karena itu, menurutku sang dokter jadi cenderung memeriksa dengan cepat dan tidak banyak penjelasan yang diberikan kecuali pasien bertanya. Pada saat diperiksa, rahimku bersih, posisinya bagus, tidak ada kista dan miom, sel telur juga cukup besar dan banyak. Dokter hanya menyarankan agar lebih rutin berhubungan suami istri, yaitu 2-3 hari sekali sejak selesai haid hingga waktunya haid kembali. Tidak ada obat yang diberikan, hanya asam folat yang harus diminum sebagai persiapan hamil.

Singkat cerita, selama sebulan setelah kami ke dokter, kami melakukan saran sang dokter dan benar saja, bulan berikutnya aku langsung hamil. Pada tanggal 3 April 2015, aku menggunakan 2 buah test pack dengan merek Akurat dan Sensitif, dan keduanya menghasilkan 2 garis merah. Perasaan waktu mendapat 2 garis di test pack itu sungguh tidak terkatakan, antara percaya tidak percaya. Untuk memastikan kehamilan, keesokannya di hari Sabtu, kamipun kembali memeriksakan diri ke Dr. Wulan. Karena aku baru telat haid beberapa hari, hasil USG Transvaginal masih menunjukkan kantong kehamilan saja, sehingga aku dinyatakan kemungkinan hamil dengan usia 5 minggu. Kami disuruh kembali 2 minggu berikutnya untuk melihat perkembangan janin.

Belum sampai 2 minggu dari pemeriksaan pertama, aku mengalami flek, sehingga aku kembali memeriksakan diri di usia kehamilan 6 minggu. Saat itu, ternyata sang janin sudah menunjukkan detak jantung yang berdenyut-denyut di layar USG. Aku dan suami sangat senang melihatnya. Kalau tidak salah aku diberikan Utrogestan dan Cygest untuk menguatkan kandungan. Selain itu juga aku disuruh untuk bedrest di rumah selama beberapa hari. Karena tidak betah di tempat tidur seharian, aku waktu itu masih melakukan aktivitas seperti menonton tv dengan posisi duduk karena menurutku yang penting istirahat.

Beberapa minggu kemudian aku kembali mengalami flek dan masih terus diberikan Utrogestan dan Cygest untuk penguat. Kemudian suatu hari di kantor aku mengalami sakit perut yang cukup tidak enak, dan setelah itu aku merasakan ada suatu perasaan yang hilang. Mungkin memang seorang ibu bisa merasakan kehadiran janinnya ya, namun waktu itu aku tidak langsung curiga. Aku memang tidak lagi merasakan begah seperti biasanya saat bangun pagi, namun aku membiarkan begitu saja sampai jadwal kontrol berikutnya. Flek-flek sedikit yang kualami juga kuanggap biasa karena aku pikir yang penting aku sudah mengkonsumsi penguat dari dokter kandungan, jadi aku merasa aman.

Akhirnya tibalah saatnya kontrol kandungan kembali,dan saat itu aku ditemani mamaku karena aku mengambil cuti di hari kerja. Tidak ada kecurigaan sedikitpun saat itu, bahkan aku sempat memvideokan layar USG untuk ditunjukkan pada suamiku nantinya. Namun bagaikan disambar petir di siang bolong, begitu Dr. Wulan bilang janinku terlalu kecil untuk usia kehamilanku dan ia tidak menemukan denyut jantung sang janin, aku langsung menghentikan video yang kubuat dan kemudian berfokus pada layar USG. Aku tidak bisa berkata apa-apa, cuma bengong, seperti berusaha mencerna kata-kata sang dokter. Dr. Wulan kemudian menanyakan apakah suamiku perokok, aku bilang tidak. Dia kemudian bilang berarti memang ada kelainan kromosom dan itu biasa dan banyak terjadi di kehamilan pertama. Dr. Wulan menyarankan agar aku menggunakan obat saja untuk menggugurkan janin yang sudah tidak bernyawa itu karena masih sangat kecil, sekitar 10 minggu, tetapi aku kemudian meminta waktu untuk berpikir. Sepanjang perjalanan pulang, aku menangis di pangkuan mamaku dan mamaku cuma bisa menghibur dan mengelus-elus kepalaku. Kemudian aku menelepon suamiku dan memberitahu hasil pemeriksaan hari itu. Suamiku langsung ijin pulang kantor dan mengambil cuti beberapa hari. Kalau mengingat hari itu, rasanya air mata ini akan selalu menetes (bahkan saat menulis ini juga).

Untuk memastikan diagnosa Dr. Wulan, keesokan harinya aku dan suami mencari second opinion ke RS Carolus dan memeriksakan diri ke Dr. Royanto yang adalah dokter kandungan temanku. Hasilnya ternyata sama, tidak ada denyut jantung bayi, hanya saja sang dokter lebih bisa menghibur dengan kata-katanya yang berusaha menenangkan hatiku. Dr. Royanto menyarankan agar aku dikuret karena menurutnya bila menggunakan obat peluruh, bisa tidak bersih dan harus dikuret juga pada akhirnya. Akupun menuruti sang dokter namun meminta waktu beberapa hari sebelum melaksanakan kuret, agar aku bisa menenangkan diri terlebih dahulu.

Selama di perjalanan pulang aku berusaha untuk tenang, namun ketika teman-teman kantor menelepon, aku tidak bisa membendung air mata. Bahkan aku tidak bisa berkata apa-apa saat mereka menanyakan hasil pemeriksaanku. Akhirnya teman-temanku mengerti dan mereka berusaha menghiburku sebelum menutup telepon. Sisa perjalanan pun kujalani dengan tangisan. Perasaanku saat itu sangat sedih dan takut bercampur aduk. Aku takut dikuret, karena kedengarannya menyakitkan. Dan aku sedih tidak bisa menjaga kehamilanku sehingga menjadi sangat singkat. Tapi kalau memang ini kehendak Tuhan, aku dan suamiku hanya bisa pasrah dan berdoa agar diberikan kesabaran menjalaninya.

Wednesday, July 27, 2016

Pilah Pilih Stroller

Halo!
Blog ini aku buat dengan tujuan berbagi mengenai kehidupanku setelah menikah, terutama mengenai kehamilan yang sedang aku jalani saat ini. Tak terasa sebentar lagi bayi dalam rahimku ini akan lahir ke dunia karena kehamilanku sudah menginjak usia 36 minggu. Rasanya ada beban di hati kalau belum jadi membuat blog mengenai kehamilanku ini, karena sebenarnya aku berniat untuk membuat blog sejak kuliah awal hamil, tetapi baru terlaksana sekarang karena faktor kemalasan. But better late than never, right? Tulisan pertamaku ini akan bercerita soal pemilihan stroller untuk si calon bayi.

Pertama-tama, kalau boleh jujur, aku bukan tipe orang yang rajin mencari tahu segala hal mengenai bayi melalui forum ternama seperti The Urban Mama atau forum-forum ibu-ibu modern lainnya (ketahuan kan aku tidak tahu forum lain). Aku lebih suka melihat-lihat iklan di Instagram, lalu bila tertarik, aku mencari review barang tersebut melalui Google. Menurutku membaca forum-forum tersebut akan membuatku tambah bingung dengan pilihan produk yang segudang dan review yang beragam, karena pasti ada yang memberi review positif dan ada yang memberi review negatif atas suatu barang yang sama. Yang ada malah tambah pusing nanti, pikirku.

Kedua, pemilihan stroller ini cukup terasa ringan dan bebas, karena ada sponsornya, yaitu abangku sendiri. Beberapa minggu lalu aku sudah memalak meminta abangku untuk menghadiahi calon bayi kami dengan stroller dan dia setuju tanpa memberi batas budget. Senangnya tak terkira *elus-elus perut*. Tapi biarpun tanpa batas budget dari dia, aku sendiri memberi batas budget buat diriku sendiri, karena menurutku stroller tidak perlu terlalu mahal karena hanya dipakai mungkin paling lama sampai umur 3 tahun. Sehabis itu memang masih bisa dipakai oleh adiknya, tapi tetap saja menurutku tidak perlu dengan harga berlebihan, jadi aku menetapkan budget maksimal Rp 5 juta.

Oke, langsung ke pilihan stroller yang sempat melintas di benakku:

1. Mamas Papas Armadillo Flip XT
Awalnya aku melirik versi sebelumnya dari stroller ini, yaitu Armadillo Flip, karena termasuk dalam Best Pushchair tahun 2014 kalau tidak salah. Pernah baca review-nya juga positif: tempat duduk berstruktur kokoh, canopy dan storage ekstra besar, serta super ringan dan kecil saat dilipat. Nah ternyata, salah satu teman kantor juga dulu katanya mengincar stroller itu, tapi dia bilang waktu melihat barangnya langsung di toko, suaminya menolak stroller itu karena rangkanya terbuat dari semacam plastik (mungkin karbon cuma intinya bukan logam) sehingga terlihat ringkih. Akhirnya temanku itu membeli stroller lain. Diapun menyarankan untuk mempertimbangkan versi terbarunya yang dulu belum ada, yaitu Armadillo Flip XT yang sudah menggunakan rangka logam. Aku sendiri suka dengan bentuk Armadillo Flip XT, cukup stylish menurutku, apalagi dengan canopy yang ekstra besar. Akhirnya akupun mencari-cari review mengenai stroller ini. Nah entah kenapa saat mencari review mengenai Armadillo Flip XT ini aku bertemu dengan beberapa review dengan unsur negatif yang sama. Kebetulan review-nya berbahasa Inggris, jadi aku kurang bisa menjelaskan atau takut salah mengartikan juga. Intinya sih waktu dipakai, dudukan stroller terkadang bisa adjust sendiri (berubah posisi dari tiduran menjadi duduk), sehingga membuat sang anak yang di dalam stroller hampir jatuh kalau saja tidak memakai seatbelt. Salah satu review tersebut bisa dibaca di sini. Karena membaca kejadian itu di beberapa review berbeda aku jadi takut dan memutuskan tidak akan membeli stroller ini. Harga stroller ini di website Yukibabyshop saat tulisan ini dibuat adalah Rp 4.965.000,-.

2. Mamas Papas Urbo 2 Rose Gold
Pertama kali melihat iklan stroller ini di Instagram @mybabyroo. Lucu juga, pikirku waktu melihat gambarnya di handphone. Meskipun dibanderol dengan harga Rp 6.000.000,-, tetap saja aku mencari tahu tentang stroller ini. Berhubung calon bayiku diprediksi berjenis kelamin laki-laki, agak takut juga kalau-kalau jadi terlalu feminin jika memakai stroller ini. Nah saat aku cari di Google foto aslinya yang bukan foto iklan, ternyata warnanya sangat kuning, dan menurutku bukan rose gold tapi benar-benar gold. Lalu tiba-tiba aku jadi tidak suka. Tidak jadi deh memilih stroller ini, padahal sudah bertanya-tanya juga ke admin @mybabyroo dan katanya banyak juga customer yang punya bayi laki-laki membeli stroller ini.

3. Cocolatte Landscape Stroller
Stroller yang satu ini sempat menarik hati karena tidak sengaja melihat iklannya di Instagram @birdsnbeesbaby dengan harga di bawah budget yang telah kubuat, yaitu Rp 2.650.000,- dari harga normal Rp 3.200.000,-. Dengan bentuknya yang stylish dan harga yang sangat bersahabat, aku langsung tertarik dan memberitahukan pada suami. Sebenarnya sih aku belum sempat mencari fitur ataupun review dari stroller ini, karena ketertarikan pada stroller ini benar-benar berdasarkan foto di iklan dan harga di bawah budget. Aku tertarik karena fitur full recline dan reversible seat yang menjadi kriteria utamaku dalam membeli stroller sudah ada di stroller ini. Sempat terpikir kalau jadi membeli stroller ini, aku mau meminta dibelikan barang lain sebagai kado tambahan supaya kado dari abangku totalnya tetap Rp 5 juta (tak mau rugi).

4. Cosatto Supa
Pertama kali tahu merek stroller Cosatto ini awalnya dari Instagram @syasyaboo karena aku follow akun Instagram Ringgo Agus yang membeli mainan dari akun ini, namun sayangnya harga stroller ini tidak ditampilkan. Berhubung barang-barang yang dijual akun tersebut kelihatannya merek-merek mahal, jadi aku tidak berani menanyakan lebih lanjut. Nah, tidak lama kemudian, stroller ini ada iklannya di Instagram @mybabyroo, dibanderol dengan harga lumayan, yaitu Rp 3.500.000,-. Karena tertarik dengan motifnya yang lucu-lucu dan harganya yang masih cukup bersahabat, akupun mencari review tentang stroller ini. Hasilnya mengecewakan, karena ternyata stroller ini tidak punya fitur reversible seat, jadi sang bayi harus menghadap ke arah luar terus. Pupuslah harapanku membeli stroller lucu ini.

5. Cosatto Woop
Last but not least, tiba-tiba aku melihat iklan stroller ini di akun Instagram @yukibabyshop dengan harga Rp 4,8 juta saja. Kalau tidak salah, ada beberapa akun Instagram lain yang menjual stroller jenis ini dengan kisaran harga Rp 5,3 juta ke atas, sehingga awalnya aku kurang tertarik (tidak sesuai budget). Beruntung, teman kantorku memberitahu dari awal aku hamil kalau @yukibabyshop adalah penjual stroller termurah bila dibandingkan toko-toko lain, makanya aku follow akun ini. Dan ternyata memang benar, perbedaan harga stroller Cosatto Woop ini mencapai Rp 500 ribu (bahkan lebih) dibanding toko-toko lain. Akupun langsung mengincar motif Old Skool dan mencari review-nya. Aku belum menemukan review dari orang Indonesia, tetapi review di luar negeri hampir semuanya positif. Fitur reversible seat dan full recline untuk newborn ada di stroller ini, selain itu dalam paket pembelian juga terdapat foot muff, diaper bag, changing pad, dan messy bag, sangat lengkap! Pokoknya aku jatuh cinta sama stroller ini dan memutuskan untuk membelinya. Begitu lapor ke suami dan abangku, semua setuju, hore! Happy me ;)